Perlu kita mengetahui dulu ya sebenarnya psikologis pasien itu ada apa aja sih sebenarnya fase-fasenya, belum bisa menerima kenyataan tentang penyakitnya, tentang apa yang terjadi dengan sakitnya itu bagaimana nanti outcome ke depan Apakah dia bisa survive atau tidak.
Halo Sahabat Merial, ketemu lagi dengan saya dr. Maureen Lukman, Saya seorang dokter Paliatif di Rumah Sakit Pelni. Saat ini saya akan membawakan materi tentang aspek psikologis dan sosial pada pasien paliatif yang sangat berguna bagi Sahabat Merial ketika nanti akan menghadapi pasien palatif.
Kenapa saya mengangkat topik ini? Karena memang di dunia pariatif ini merupakan hal yang sangat penting. Karena ketika kita berinteraksi dengan pasien, terutama pasien-pasien paliatif itu, aspek psikologis sangat-sangat penting dan mempengaruhi bagaimana komunikasi kita dengan pasien apalagi buat mereka yang merawat pasien itu sangat penting. Pasti sering dengar ya bahwa pasien-pasien paliatif itu pertama kali ketika mereka mendengar kata paliatif atau mereka pertama kali didiagnosa tentang penyakitnya, apa yang terjadi? pasti mereka stres, depresi, kecewa, kemudian dia sampai putus asa, menutup diri, itu semua merupakan ruang lingkup dari aset psikologis yang memang dihadapi oleh pasien paliatif.
Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, mengapa ini penting perlu kita mengetahui dulu ya sebenarnya psikologis pasien itu ada apa aja sih sebenarnya fase-fasenya. Nah di aspek psikologis pasien itu sebenarnya ada 4 fase, di mana fase itu bisa saja dia mengalami di fase yang namanya masih deniel. Deniel itu artinya dia masih belum bisa menerima kenyataan tentang penyakitnya tentang apa yang terjadi dengan sakitnya itu, bagaimana nanti outcomenya ke depan apakah dia bisa survive atau tidak itu masih fase denial. Kemudian kedua ada fase namanya anger yaitu marah. Yaitu fase itu dalam kondisi dia masih marah dengan diri sendiri dengan orang lain tentang apa yang dihadapi sih sebenarnya saat ini kemudian fase ketiga adalah fase bargaining (tawar menawar) dimana pasien mulai mau membuka diri tentang penyakitnya, dia mulai mau mencari di literatur, di internet, apa sih sakit saya itu, kemudian bagaimana pengobatannya, kemudian bagaimana sih pragnosisnya atau harapan hidupnya. Nah yang terakhir adalah fase yang namanya acceptance, yaitu dia bisa menerima penyakitnya. Nah ini adalah fase yang paling baik.
Kemudian pertanyaannya apakah pasiennya akan bolak-balik atau bagaimana? Memang iya jadi ada fase itu bisa up and down artinya saat ini mungkin dia masih denial kemudian nanti besok dia akan lompat ke fase anger atau kemudian nanti dia akan lompat ke fase acceptance kemudian tiba-tiba dia muncul lagi ke fase denial itu mungkin bisa terjadi, jadi ketika kita menghadapi pasien paliatif itu psikisnya bisa sulit ditebak. Jadi artinya setelah dia fase Anger dia akan naik ke fase acceptance ternyata belum tentu, bisa saja dia ketika saat ini sudah bisa menerima penyakitnya, tapi tiba-tiba dia akan balik lagi ke fase dia marah atau fase dia ngeyel.
Nah sekarang apa yang mesti kita kerjakan sebagai misalkan pasien ini di dalam fase mana sih sebenarnya psikologisnya, Apakah dia masih denial ataukah dia masih dalam tahap anger (marah) ataukah dia di dalam tahap bargaining ataukah dia sudah dalam tahap acceptance karena bentuk pendekatannya pun berbeda, Jadi kalau misalkan pasiennya itu atau yang sedang dirawat itu masih dalam tahap denial atau marah nah pendekatannya cukup adalah kita mendengarkan, mendengarkan keluh kesah mereka, mendengarkan semua pikiran yang mereka rasakan tanpa perlu kalian memberikan 1001 informasi, 1001 pengetahuan tentang penyakit itu, jangan!, kenapa? Yang ada akhirnya pasien semakin menutup diri artinya dia semakin menjauh dari mungkin maksudnya baik ya kemudian kalau misalkan pasien itu sudah berada di dalam fase dia bisa menerima atau mungkin masih dalam fase bargaining nah pendekatannya pun juga berbeda disaat itu, boleh memberikan informasi, boleh memberikan komunikasi yang baik, boleh tapi sebatas sejauh mana? Ya pasien itu tahu artinya kita jangan mencekoki pasien-pasien itu dengan oh harusnya begini loh, harus begitu, jangan!. Jadi biarkan pasien itu mengungkapkan sendiri apa yang mereka ketahui, apa yang mereka ingin ketahui, apa juga yang mereka tidak mau diketahui.
Nah itu contoh-contoh pendekatan yang bisa diterapkan ya ketika kalian mungkin akan menghadapi teman-teman atau keluarga sendiri bahkan yang menjadi pasien valiatif mungkin sulit tapi ketika belajarnya waktu ketika kalian terbiasa, komunikasi yang baik antara pasien dan pelaku rawat itu akan terjalin dengan baik akibatnya apa? Akibatnya timbul trust, timbul trust sehingga pasien itu mau berkolaborasi dengan baik, baik dengan keluarga maupun dengan teman-teman sekitar dan mau membuka hubungan baik dengan lingkungan. Itulah makanya faktor sosial juga berperan artinya ketika pasien dalam fase dia enggak mau diganggu atau di fase masih marah nah ruang lingkup sosial itupun harus kurang lebih mengerti apa sih sebenarnya fase ini yang terjadi jadi jangan semakin dijauhi atau jangan semakin dipojokkan, jangan!, akibatnya nanti malah merusak psikisnya pasien.
Demikian penjelasan saya hari ini tentang “Apa sih sebenarnya aspek psikologis dan sosial pada pasien paliatif?” Semoga yang Saya sampaikan memberikan manfaat ya bagi Sahabat Merial, mungkin saat ini teman-teman bisa terbuka ya pikirannya bagaimana menghadapi pasien paliatif ketika nanti di rumah atau dilingkungan manapun, Salam sehat